Skip to main content

Kiat Menghadapi Hutang by Yusuf Mansur


Pikirkan itu doa. siapa yang memikirkan yang baik-baik, insya Allah akan mendapatkan juga yang baik-baik. Siapa yang memikirkan yang buruk-buruk, maka ia sama dengan mewujudkan pikiran buruknya itu. Orang-orang yang beriman akan banyak huznuzhannya (baik sangkanya) sama Allah di setiap kejadian. Terima nasib, terima kenyataan dan jangan nyalahin keadaan, jangan nyalahin orang lain apalagi sampai nyalahin Allah, jangan.
Dulu ketika saya berutang, saya ademin diri dengan satu penerimaan terhadap takdir ini; bahwa saya sedang memiliki utang. Saya terima kenyataan ini. Ya, ketika banyak orang tidak menerima kenyataan bahwa ia berutang, saya memilih menerima. Mau diapain lagi? kenyataannya saya sedang berutang dan memiliki utang.
Saya sebut banyak yang tidak menerima bahwa ia berutang adalah ketika banyak yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada dirinya sendiri; mengapa jadi berutang? Mengapa kok begini nasib? Apalagi jika utang itu bukan karena dirinya, tapi karena orang lain, wah, makin deh tuh gak nerimanya. Sebagian besar utang saya pun begitu. Bukan karena diri sendiri. Tapi makin dilawan, makin dipikrin, makin diperjuangin, makin nyyesek dada, makin sempit akal pikiran.
Banyak orang yang bukan saja nyalahin keadaan dan orang lain. Ia bahkan menyalahkan Allah. Mempertanyakan keadilan-Nya. ini bahkan bikin sesak nafas.
Akhirnya ia pasrah aja. Sebut saja sekian X rupiah. Ya udah. Tinggal dipikirin bagaimana caranya membayar. Itu saja.
Tappppiii… ketika dipikirin, stress lagi! Bagaimana ini ya? He he he. Akhirnya ia memilih sujud aja. Wudhu, shalat, ngadu sama Allah. Ngaadu udah gak bisa ngapa-ngapain lagi. Mencoba berdamai, dan “nego” sama Allah.
Ya, saya belajar menaruh harapan yang besar kepada Allah; gak apa-apa saya berutang, asal Allah berkenan memberi rezeki lebih dari utang saya. Saat itu, gak ada bener-bener bayangan bahwa saya bakal memiliki jalan untuk bayar utang. Saya hanya betul-betul mencoba memelihara bahwa Allah pasti akan menyediakan jalan keluar untuk saya dan saya pasti ditolong Allah. Itu saja. Jalan keluar yang sesungguhnya Gelap. Asli gelap. Tapi ya entahlah. Saya merasa perasaan ini cukup sebagai awal perjalanan saya melunasi utang saya.
Kalau emang dosa-dosa kita bisa kita tebus dengan adanya utang ini, ya gak apa-apa juga. Alhamdulillah malah Allah mau mengonversi dosa kita ke utang atau musibah lain. Coba kalau Allah tunda dan gantung hingga kemudian kita meninggal, kan makin repot…
Utang saya pribadi dari 1998 hingga tahun 2006 awal terus menerus membesar hingga menembus angka Rp 1 miliar! Bahkan mencapai 1,4 miliar. Saya terus menerus meyakini bahwa gak mengapa saya memiliki utang Rp 1,4 miliar, asal Allah berkenan memberikan saya rezeki lebih besar dari Rp 1,4 miliar. Hampir setiap hari saya memelihara keyakinan bahwa saya sedang menuju pada pelipatan minimal 2x lipat rezeki daripada utang.
Tidak gampang memeang. Apalagi dengan kenyataan setiap hari rasanya utang saya semakin besar saja. Dan he he he, setelah punya perasaan sepertinya mantab ini, tau gak? Ternyat aneh juga. Bukannya utang mengempis, ia malah bertambah besar. Bertambah tanpa mengerti kenapa ia membesar. Rasanya ada saja kejadian yang membuat utang itu membesar tanpa saya bisa kontrol.
Akhirnya saya pun berdoa kepada Allah, Ya Allah, biarlah utang ini membesar, beban hidup saya bertambah, jika dengan cara ini engkau mengampuni dosa saya sebesaran utang dan beban hidup saya. Dalam pada itu, saya pelihara juga keyakinan bahwa kalau sudah mentok, berarti sudah habis dosa saya, he he he. Nanti pasti kempes dengan sendirinya.
Yah menghibur diri.
Awal saya berutang sekitar tahun 1998, perasaan saya, jumlahnya gak seberapa. Perjalanan saya menuju Allah (perjalanan pertobatan dan perjalanan kebaikan), yang saya bukukan di buku “Wisata Hati Mencari Tuhan yang Hilang”, bukan memperkecil besaran masalah saya, malahan bertambah besar.
Betul loh. Aneh juga.
Saat itu saya berpikir, kok mendekatnya saya kepada Allah malahan menambah besar masalah saya?
Tapi ya itu. Saya memilih percaya, bahwa yang saya perbesar bukan masalah saya, namun peluang, hrapan dan kemungkinan yang positif. Biar saja. Makin menderita, saya saat itu semakin pengen kuat menerimanya. Walaupun ada menit-menit yang saya hopeless, he he he.
Entahlah. Saat itu saya betul-betul tidak mau menganggap diri saya sedang terkukung hutang. Saya bisa nganggap utang saya sebagai investasi saya membangun masa depan saya.
Betul!
Pikiran-pikiran jelek saya, saya banting seakan-akan saya sedang menaruh investasi di kehidupan masa depan dengan menerima apa pun kejelekan yang terjadi. Anggap saja saya sedang kuliah. Utang-utang ini adalah biayanya. Kuliah apa saja. Utamanya kuliah tentang kehidupan, kuliah bisnis, kuliah dagang, kuliah jadi ustadz, kuliah masalah, dll.
Konversian Dosa
Termasuk saya buang (utang-utang itu sebagai konversian ke dosa saya)
Artinya, saya menganggap dan bahkan berdoa kepada Allah, agar ada pengampunan buat saya sebesar beban saya. Makin besar beban saya, semakin besar mudah-mudahan dosa yang Allah hapus. Yah, istilahnya, kalo emang dosa-dosa kita bisa kita tebus dengan adanya utang ini, ya gak apa-apa juga. Alhamdulillah malah Allah mau mengonversi dosa kita ke utang atau musibah lain. Coba kalau Allah tunda dan gantung kemudian kita meninggal, kan lebih repot.
Ternyata apa yang saya lakukan adalah cara yang teramat positif. Buang jauh-jauh pikiran-pikiran negatif. Dalam suasana berutang, Anda akan mengalami yang namanya kekhawatiran, kebuntuan, keputusasaan. Jika ia betul-betul ada, lawan! Buang! jangan biarkan ia ada di kepala Anda, di hati, di pikiran, hingga ia menguasai Anda.
Tenangkan pikiran Anda.
Di antara rahasia awal bisa tenang adalah:
1.       Jangan mikirin keadaan apa yang bakal terjadi jika benar-benar tidak bisa bayar. Jangan kelewat mikir ketidakmampuan diri. pikirin aja kekuasaan Allah, kemampuan Allah, kebesaran Allah.
2.       Jaga hati bahwa utang ini sampai kapanpun harus diusahakan untuk dibayar. Bahkan juga terhadap utang yang sebenarnya bukan utang kita. Alias tiba-tiba menjadi beban di pundak kita. terima saja.
3.       Perbanyak tobat, ibadah, doa, dan bangun kepasrahan kepada Allah.
4.       Minta pendampingan dari Allah disetiap menghadapi masalah yang timbul dari utang. Jangan sok jago. Banyak-banyakin salat. Minta temenin sama Allah.
(Sumber: Surat Kabar Radar Bogor, Jumat, 27 Juli 2012, diketik ulang )
Semoga bermanfaat.
Sekedar saran jika ingin dibimbing untuk menyelesaikan hutang dalam 30 hari, silakan KLIK D ISINI





Popular posts from this blog

Apakah Kita Lebih Baik dari Mereka?

Bagaikan menonton sebuah pertandingan sepak bola, penonton merasa paling tahu dan paling jago dalam bermain sepak bola. Setiap bentuk aktivitas oleh seorang pemain yang dianggap suatu kesalahan oleh penonton dijadikan bahan ejekan bahkan makian oleh mereka.  "Harusnya dioper ke depan!" "Kenapa tidak ditendang langsung?" "Biang kerok kekalahan!" Berbagai macam komentar yang seakan pemain tersebut sama sekali tidak memberikan kontribusi positif kepada timnya.  Penonton yang merasa lebih tahu bagaimana seharusnya bola itu dimainkan. Padahal kalau mereka mencoba bermain, mungkin menendang bola saja mereka belum tentu mampu. Di kehidupan sehari-hari kitapun banyak orang-orang yang seperti ini. Merasa paling benar dan mampu dengan banyak menyalahkan orang lain, memberikan kritikan yang tidak membangun, dan merasa senang dengan keburukan dan kesulitan yang dihadapi oleh orang lain. Hidupnya banyak diisi dengan mengomentari orang lain dan mencari kambing hitam ata...

NO HOAX PLEASE!

Kalau kita mau berpikir sejenak dengan akal logika yang sehat, tentulah tindak tanduk, tingkah laku, perangai dan kegiatan yang kita lakukan akan mengantarkan kita ke arah kebaikan yang akan mendatangkan ridho-Nya. Kalau Allah SWT sudah ridho, pastilah surga tempat kembali kita kelak. Namun banyak masih ada orang yang berharap surga-Nya, namun dalam keseharian melakukan kegiatan yang menjauhkan dirinya dari ridho Allah SWT. Bagaimana tidak, mulutnya dipakai untuk mencaci maki, menghina, menyebarkan berita bohong, ghibah. Kemampuan IT nya digunakan untuk menyebarkan kebohongan, kebencian, mengadu domba dan menyesatkan umat. Bagaimana bisa orang yang berharap ridho dan surga-Nya mencaci maki ajaran agama lain? Bagaimana bisa orang yang berharap ridho dan surga-Nya menyebarkan berita bohong dan fitnah di mana-mana? Bagaimana bisa orang yang berharap ridho dan surga-Nya melakukan kekerasan terhadap orang lain tanpa hak yang dibenarkan? Bagaimana bisa orang yang berharap ridho d...

MENCIPTAKAN GENERASI TANPA UTANG

GENERASI TANPA UTANG Apa mungkin generasi seperti ini ada? Kalau kita lihat sekitar kita, hampir seluruh orang memiliki utang. Apalagi di zaman dimana setiap orang ingin memiliki berbagai macam barang untuk melengkapi gaya hidup mereka yang semakin lama semakin hedonist, mengejar kesenangan. Hal ini diperparah dengan kemudahan kepemilikan barang dengan sistem cicilan yang tidak syar'i yang semakin membuat setiap individu merasa mampu untuk mencicil barang tersebut. Bahkan walaupun tidak mampu, dipaksakan untuk mencicil dengan alasan "kalo tidak nyicil mana bisa punya barang." Mindset nyicil inilah yang ditularkan dari generasi ke generasi sehingga kebiasaan berutang mengakar jauh ke alam bawah sadar yang membuat kita tidak bisa lepas dari utang. Kapankah kita mulai belajar berutang sehingga menjadi kebiasaan buruk yang sulit dihindari? Kebiasaan berutang ini bisa muncul bahkan saat kita belum memiliki penghasilan sendiri. Saat kita lupa bawa uang jajan, kita...